Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Restorative Justice ( RJ )

    Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Restorative Justice ( RJ )
    Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Restorative Justice ( RJ )

    Nusakambangan-Sabtu (12/11) - Beberapa tahun terakhir konsep restorative justice bagi pelaku dewasa mulai diterapkan dalam penyelenggaraan pemasyarakatan dan lembaga penegak hukum lainnya. Restorative justice merupakan sebuah pendekatan penegakan hukum dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat. Salah satu strategi penerapan restorative justice dalam penyelenggaraan pemasyarakatan adalah pada peningkatan peran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai fasilitator diversi. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana melalui musyawarah atau mediasi.Posisi PK kian strategis dalam penerapan restorative justice pada fungsi pembimbingan dan pendampingan pelaku dewasa. PK harus segera meningkatkan kompetensi dan membangun jejaring kerja yang bervariasi agar dapat mendukung pembimbingan klien. Ujar Heri Ruhyanto Pembimbing Kemsyarakatan Ahli Pertama Bapas Kelas II Nusakambangan disela sela diskusi dengan Pembimbing Kemasyarakatan lainnya. 

    Pada Undang-Undang nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang terbaru dijelaskan bahwa PK adalah petugas pemasyarakatan yang melaksanakan litmas, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap klien, baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana. Peran penting PK sebagai fasilitator diversi dilaksanakan dalam fungsi pendampingan klien pemasyarakatan. Pendampingan dapat dilakukan pada klien pemasyarakatan anak dan dewasa. Klien pemasyarakatan berhak mendapatkan pendampingan pada tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, pasca-adjudikasi, dan bimbingan lanjutan. Musyawarah diversi dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu tahap penyidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan, dan pemeriksaan di pengadilan. 

    Pada penanganan perkara anak yang berkonflik dengan hukum dalam PP nomor 65 tahun 2015, musyawarah diversi memiliki 5 tujuan utama sebagai berikut:

    1. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak.

    2. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan.

    3. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan.

    4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi.

    5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. 

    Sebagai wakil fasilitator bersama dengan penyidik, jaksa, atau hakim sebagai fasilitator, PK Bapas Nusakambangan berperan untuk membantu fasilitator agar pihak-pihak yang terlibat dalam musyawarah dapat mengeluarkan pendapat maupun pikiran dalam pertemuan tersebut. Sedangkan PK sebagai mediator berperan untuk membantu pihak pelaku dan korban dalam proses pengambilan keputusan. Pada akhirnya PK dapat mendorong semua pihak mencapai kesepakatan guna menjauhkan Anak atau pelaku dewasa dari proses hukum formal.

    Rifki Maulana

    Rifki Maulana

    Artikel Sebelumnya

    PENDIM.ID: Serbuan Informasi dan Anti Hoaks

    Artikel Berikutnya

    Uji Publik Hasil Penelitian BNN Tahun 2019

    Berita terkait