BOGOR - Tapi aneh ya berita dimuat di Harian Umum.(HU) Kompas tempo hari, ada "gejala sosial paradoks". Walaupun begitu gencarnya opini dan kritik negatif terhadap kinerja Pemerintahan RI oleh para ilmuwan, pakar dan pemerhati sosial garis luru membangun Indonesia, tetapi hasil evaluasi HU Kompas melalui pooling (survei) hasilnya sebaliknya. Kinerja Pemerintahan Jokowi-Makruf distate sangatlah membaik, simpulannya tampak Paradoks ?
Sedemikian rupa fakta dan gejala 'bad governance' Jokowi-Makruf yang mencuat ke publik dan direspon para ilmuwan, pakar dan pemerhati sosial-ekonomi - politik negeri ini, akan tetapi HU Kompas pada hari Senin tgl 20 Pebruari 2023, telah membuat atau menurunkan laporan khususmya berdasarkan hasil poolingnya. Bahwa proporsi Kepuasan responden terhadap Kinerja Pemerintahan Jokowi-Makruf Amin meningkat pada level 69.3 % (thn 2023) dari tahun.sebelumnya (thn 2022) sebesar 62.1, %, sedangkan Ketidakpuasan mengalami penurunan menjadi 30.7 ?ri tahun sebelumnya 37.9 % (thn 2022).
Baca juga:
Tony Rosyid: Plus Minus NU Dukung Anies
|
Paradoks dan anomali, penampakannya!.
Pertanyaannya? apakah pengamat yang berbuat salah memandang (mispersepsi) selama regim yang tengah berkuasa saat ini, dengan menebar berita palsu atau bohong (hoaks)? Atau ada kesalahan metodologi riset (pooling) yang dikerjakan HU Kompas, tidak memenuhi norma dan kaidah-kaidah ilmiah? sehingga data dan informasi yang diperoleh bias; atau ada interpretasi data olahan bersifat subjektif dalam upaya merekayasa atau menggiring opini seperti yang diinginkan dari pihak tertentu ("sponsor") misalnya sebut saja dari.pihak the ruling party dan atau oligarki etc untuk framing pencitraan.
Adanya upaya direncanakan (by design) opini publik ini seolah-seolah ada kemajuan dan apresiasi publik terhadap kinerja Pemerintah. Hal ini berguna untuk menjadikan modal sosial (social kapital) dari the ruling party untuk memberikan warisan yang baik, agar husnul khotimah.
Sehingga layak untuk dipilih ketiga kalinya dari."prestasi" ini. Tapi.alhamdulillah bpk Prof.Mahfudz Menkopolkam RI telah membatah opini lanjutkan 3 (tiga) periode Presiden ini di HU Kompas, hasil wawancara Kompas yang dimuat pada laporan yang sama dengan hasil pooling tersebut.
Baca juga:
Tony Rosyid: Tunda Pemilu dan PJ Presiden
|
Hayoo bagaimana Respon Kita dan atau komentar teman-teman anggota Wankar ICMI terhadap penilaian atau evaluasi Kompas tersebut Laporan lengkapnya harap dibaca HU Kompas hari ini Senin tgl 20.Pebruari 2023 pada halaman depan (pertama) berjudul "Atasi Tujuh Tantangan demi Warisan Yang Baik". Sebuah judul yang sangat menggelitik nalar orang-orang yang mau berpikir objektif.
Terus terang, saya juga agak bingung memahami laporan khusus pooling Kompas tersebut. Apakah yang dimaksud warisan yang baik itu seperti piutang negara yang membesar dan menumpuk serta menciptakan ketergantungan modal investasi dengan berutang ke suatu negara asing (sebutlah China) yang akhirnya kemungkinan bisa nengancam kedaulatan negara?; Atau polemik kepindahan ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke IKN Nusantara di Kaltim tanpa dukungan naskah akademik (saintific power) yang layak dan memadai?. Atau angka kemiskinan dan pengangguran yang membesar dan meningkat? Atau ketimpangan sosial berdasar analisa data gini ratio yang tinggi berkisar 03 - 04 status berbahaya ? Atau meningkatnya angka persepsi korupsi terhadap penyelenggara negara?; Atau masih besarnya angka stunting anak-anak balita tumbuh abnoral akibat kurang gizi di negeri ini yang berakibat lose generation, akibatnya sulit untuk mencapai Indonesia Emas 2045 ?; Atau semakin menurun indek demokrasi, proses pengambilan keputusan kebijakan publik abai dengan aspirasi rakyat seperti kasus Undang-undang (UU) Minerba, Cipta Kerja (Omnibuslaw) dlmana hak-hak buruh dimarginalkan, aspirasi mereka pun tidak didengar the ruling party ?;
Atau semakin menguatnya cengkraman oligarki baik di bidang ekonomi kini juga merambah ke bidang politik dan pemerintahan (kekuasaan, public policy) akibat bias dan terabaikan kemakmuran bersama rakyat?; Atau harga komoditas strategis sempat melambung tinggi seperti minyak goreng, daging dll akibat adanya perbuatan jahat kolusi dan korupsi pejabat negara dengan segelintir oligarki ?; Perbuatan illegal mining, illegal fishing dan illegal logging tetap jalan karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum lingkungan, akibatmya lingkungan hidup (ekosistem alam) semakin rusak, sehingga terjadi bencana demi bencana alam merupakan peristiwa pahit langganan, spt tanah longsor, banjir dll yang merenggut harta dan nyawa penduduk lokal (local community)?; Atau sangat lemahnya penegakan hukum (lawenforcement) negeri, agar diingat fenomena pelanggaran hukum lnstitusi kepolisian dengan kasus Ferry Sambo yang baru divonis mati, ada apa dibalik kasus itu kaitan dengan perjudian online - narkoba dan backing illegal mining?; Atau produk-produk public policy seperti RUU menjadi UU cenderung diabaikan aspirasi rakyat? Atau kasus terpublikasi HU Kompas mengenai badnews yang merusak tatanan dan martabat pendidikan tinggi melalui "perjokian karya jurnal ilmiah untuk meraih gelar Guru Besar", yang menggambarkan.kebejatan moral dan etik dunia Pendidikan Tinggi (kampus) kita?. Atau rendahnya mutu pendidikan kita jika diperbandingkan peringkat negara-bangsa lainnya di belahan dunia ? Atau jenis dan tarif pajak yang dibebankan kepada rakyat semakin banyak dan meningkat nilai nominalnya?; Atau bahkan dana haji yang dikelola BKPH dimanfaatkan untuk kegiatan investasi membiayai proyek-proyek investasi Pemerintahan yang diragukan pengembaliannya?; Dan lain-lain terlalu panjang untuk disebutkan satu persatu di dalam tulisan ini seperti yang pernah dipublish di massmedia koran-majalah-taploid dan terutama di media sosial seperti WA, Youtube, FB, Twitter dan lain-lain.
Lantas bagaimana kita mensikapinya selaku kaum intelektual ?
Hampir semua orang atau para pemangku kepentingan (stakeholders) yang peka terhadap terpaan berita buruk (bad news) yang sempat dan sering muncul di media pasti paham akan fenomena sosial yang tak menggembirakan dan berbagai perbuatan jahat tersebut. Akan tetapi HU Kompas melaporkan tingkat kepuasan kinerja Pemerintah sangat membaik dengan angka yang cukup fantastik sebesar 69.3 % (mendekati angka 70 %), dianalisa dari 20 indikator dalam 4 aspek yang disurvei yakni politik dan keamanan; penegakan hukum, ekonomi dan kesejahteraan sosial, disimpulkan semuanya mengalami kenaikan tingkat kepuasan secara bervariasi, namun Koran Kompas juga mengungkapkan bahwa ada 7 indikator yang hasil penilaian publik masih dibawa 50 %... "hebat nian dan mantap betul" prestasi regim yang tengah berkuasa (the ruling party) tersebut?
Memang amat terasa saat ini zaman Now, era milenial berbasis digital, "erademograzy", bicara jujur atau apa adanya (objektif) terlalu sukar untuk dilakukan, ada kecenderungan informasinya bias tidak sesuai antara hasil survei dengan rialitas sosial dan akhirnya sulit dipercaya masyarakat (untrust society), termasuk suara Pers yang dulu sangat kritis, akhir-akhir ini yang sarat dengan kepentingan politik dan bisnis segelintir pemilik modal besar (oligarki), wallahua'lam.
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad MSi (Pendiri-Dosen Universitas Djuanda Bogor (Asosiate Profesor); Konsultan K/L negara; Pendiri Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor dan Wasek Wankar ICMI Pusat, serta Pengamat Sosial)